Allah
SWT . tidak pernah membeda-bedakan diantara hamba-hamba-Nya. Orang miskin atau
kaya; kafir atau muslim; ganteng atau jelek, cantik atau buruk rupanya,
kemuliaan-Nya. Kasih sayang Tuhan meliputi semua lapisan; ke segala penjuru
langit dan bumi.
Allah
hanya membedakan di antara hamba-hamba-Nya pada tingkatan iman dan taqwa. Orang
yang rajin beribadah kepada Tuhan walaupun berwajah buruk akan masuk surga.
Sebaliknya, walaupun wajahnya ganteng seperti Nabi Yusuf sekalipun, tapi kalau
tidak pernah beribadah kepada Tuhan, akan dimasukkan ke dalam neraka.
Nabi
SAW. pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk fisikmu
dan harta bendamu. Akan tetapi yang dilihat Allah adalah hanya pada hatimu.”
Artinya, sejauh mana keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah, itulah yang
menjadi penilaian kia kelak: masuk surga atau neraka.
Banyak
sekali kisah yang pernah kita dengar tentang kenyataan diatas. Qarun dan
Fir’aun misalnya, adalah termasuk orang-orang kaya, tapi mereka berdua
membangkang terhadap ajaran Nabi Musa a.s untuk menyembah Allah semata.
Akhirnya, mereka berdua dimasukkan ke dalam neraka. Kita juga melihat bagaimana
kehidupan miskin Ahl a-shuf (sahabat Nabi yang yang berpakaian domba) pada
zaman Nabi dulu, yang hidupnya hanya diabdikan untuk beribadah kepada Tuhan,
akhirnya mereka masuk kepada golongan yang akan mendiami surga kelak. Dan kisah
kisah serupa masih sangat banyak, namun lembaran kertas ini belum bisa untuk
menampungnya.
Kisah
di bawah ini adalah tentang seorang yang berwajah buruk, dekil, dan miskin.
Walaupun begitu, ia tidak pernah alfa dalam beribadah kepada Tuhan. Hidupnya
hanya diabdikan untuk jalan Allah swt dan Rasul-Nya. Dia juga tidak melakukan
perbuatan cela yang mengakibatkannya dijauhi dari kehidupan masyarakat. Sahabat-sahabatnya
banyak yang menyukai kepribadiannya itu. Sampai suatu saat ajal telah
menjemputnya. Karena luka-lukanya yang parah dalam suatu peperangan dahsyat
membela Islam. Dia pergi meninggalkan namanya yang harum.
Kisahnya
begini, sebut saja namanya Fulan. Dia memang mempunyai wajah yang sangat buruk,
kutilnya berwarna gelap, hidungnya besar. Walaupun begitu, kekurangan fisik ini
tidak membuatnya patah semangat untuk memuji Tuhan. Dia termasuk sangat rajin
dalam beribadah kepada-Nya. Shalat malam hampir setiap malam dilakukannya.
Puasa sunnah juga kerap kali dilakukannya. Dalam menjalankan ibadah, si Fulan
sama sekali tidak pernah mengeluh. Dia hanya khawatir, apakah dengan keadaanya
yang jelek ini nanti dirinya bisa masuk surga?
Kekhawatiran
ini kemudian disampaikannya kepada Nabi. “Ya Rasulullah, apakah dengan tampang
jelek ini saya boleh masuk surga?” tanya Fulan.
Dengan
penuh kasih sayang, beliau menjawab, “sudah tentu tidak ada halangan bagimu,
asalkan ibadahmu tekun dan ikhlas. Lantaran di hadapan Tuhan, semua manusia
sederajat. Yang paling mulia adalah yang paling taqwa kepada-Nya.”
Setelah
mendapatkan penjelasan Rasul, wajah si Fulan tiba-tiba berubah menjadi cerah dan riang gembira.
Namun, selang beberapa waktu si Fulan mengadu lagi.
“Ya
Rasulullah, saya menyukai seorang wanita cantik, putri dari sahabat Anshar.
Pinanglah dia untuk saya,”minta Fulan.
Sejenak
nabi tertegun. Namun kemudian beliau berkata, “begini saja caranya. Kau
datangilah orang tua gadis itu mewakili saya dalam rangka meminang putrinya
untukmu. Setuju?”
Pemuda
itu mengangguk. Buru-buru ia menghadap ayah gadis yang di dambakannya itu.
Dengan polos ia berkata, maaf, Tuan. Saya diutus Rasulullah untuk melamar putri
Tuan.
Sahabat
itu amat gembira. “Rasulullah menyuruhmu melamar putriku? Sungguh hal itu
merupakan kehormatan bagi seluruh keluargaku. Katakan kepada Rasulullah
kuterima pinangannya.”
“Maksud
Rasulullah, ia melamar putri Tuan untuk menjadi istri saya,” jawab pemuda itu
membetulkan maksudnya.
Tiba-tiba
ayah gadis tersebut marah bukan kepalang, sebab merasa telah dipermainkan oleh
pemuda itu.
“Tak
tahu diuntung. Wajah sepertimu berani-beraninya melamar putriku.”
Maka
pemuda itu bagaikan diusir keluar. Ia lekas-lekas memohon diri dan berlari
dengan duka cita. Berjuta kekecewaan menghuni perasaannya.
Rupanya,
putri dari sahabat Anshar tersebut diam-diam mendengar pembicaraan ayahnya
dengan si pemuda itu. Putri itu kemudian menegur, “Mengapa ayah menampik
lamaran Rasulullah?”
“Engkau
dipinang untuk menjadi istri pemudaa tadi, Sayang,” sanggah sang ayah membela
diri.
“Bagaimana
pun yang melamar saya adalah Rasulullah, entah untuk menjadi istri siapa.
Dan
saya menyukai pemuda itu, Ayah. Saya bersedia menjadi istrinya.”
Ayah
si gadis menyesal dan malu bukan main. Alangkah piciknya pikiranku, gumam orang
tua itu. Mengapa aku berani menolak permintaan Rasulullah?
Maka
buru-buru ia menghadap Rasulullah yang kala itu tengah berusaha meredakan
kesedihan dan kekecewaan pemuda bertampang buruk itu. Rasulullah menyambut
kedatangan orang tua itu seraya bertanya,”Bagaimana keputusanmu sekarang?”
Seolah
telah di tebak maksud kehadirannya, orang tua itu menjawab, ”Saya terima anak
muda ini sebagai calon menantu saya. Tapi dengan syarat, mas kawinnya nanti 700
dirham.”
Sesudah
ayah si gadis pulang, pemuda itu malah makin kebingungan, bukannya gembira atau
bersuka cita.
“Kenapa
engkau bahkan bermuram durja sesudah kau dengar sendiri lamaranmu diterima?”
“Saya
pemuda miskin, dari mana saya memperoleh 700 dirham untuk mas kawin?”
Rasulullah
tersenyum, kemudian beliau bersabda, “Datangilah tiga orang sahabatku, Abu
Bakar, Utsman, dan Abdurrahman bin Auf. Katakan, engkau membutuhkan mas kawin,
dan aku yang menyuruhmu.”
Dengan
patuh pemuda itu melakukan yang diperintahkan Junjungannya. Alhamdulillah, dari
ketiga sahabat tersebut ia memperoleh 900 dirham, lebih 200 dari yang
diperlukannya. Ia pun segera berbelanja bagi kepentingan perkawinannya, selain
yang 700 dirham untuk mahar. Tetapi, baru saja barang-barang yang dibelinya
diserahkan ke rumah sang gadis idaman, terdengarlah seruan-seruan di kota
Madinah. “Al-Jihad, Al-Jihad. Perang suci, perang suci.”
Pengumuman
itu memberitahukan, bahwa umat Islam diminta ikut serta berjihad menghadapi
serbuan musuh menuju Bukit Uhud.
Pemuda
itu urung menyimpan uang 700 dirham yang semula akan dipergunakannya sebagai
mahar. Ia malah menghabiskannya untuk membeli kuda dan senjata. Kemudian ia
melompat kepunggung kudanya dan bertolak menyusul tentara yang sudah berada
dalam perjalanan menuju medan laga. Pada akhir pertempuran yang dahsyat itu,
pemuda bertampang buruk tersebut gugur terkena senjata musuh. Namanya harum,
dan langit bagaikan bertabur bunga-bunga menyambut arwahnya.
Demikian
kisah sejati seorang syuhada berwajah buruk. Demi membela Islam, harrta benda
yang dipergunakan untuk mas kawin rela dikorbankannya. Akhirnya dia pun masuk
surga bersama Rasulullah dan sahabat-sahabat saleh lainnya.
Dari
kisah diatas, ada beberapa hal yang menjadi catatan. Pertama, kecantikan,
kegagahan, keburukan dan kejelekan itu bukan dinilai dari fisiknya semata, tapi
yang lebih penting adalah hatinya. Kisah sahabat diatas mempunyai wajah yng
sangat buruk, namun ternyata Rasulullah SAW. sangat menyayanginya. Sebab, sang
pemuda ini mempunyai hati yang sangat mulia dan rajin beribadah kepada Allah.
Bahkan karena sayangnya, Rasulullah saw. rela meminangkan dirinya dengan putri
cantik, anak seorang sahabat beliau. Sebaliknya, sungguh celakalah bagi mereka
yang membangga-banggakan tentng kecantikan dan kegagahannya, sementara hatinya lupa
dengan Tuhan!
Kedua,
cinta kepada Allah hendaklah lebih didahulukan dari pada cinta kepada dunia.
Sebesar apa pun rasa cinta kita kepada seorang wanita, hendaklah tidak
mengalahkan cinta kita terhadap Tuhan. Itulah pesan yang sangat kuat dari kisah
sahabat berwajah buruk diatas. Walaupun dirinya bersusah payah mengumpulkan
uang untuk melamar seorang putri cantik, namun setelah mendapatkan uangnya
beliau tetap rela melepaskannya untuk jihad di jalan Allah. Semoga pembaca kita
semua bisa mengikuti jejaknya. Amin !
e_khunaefi@plsa.com
sumber:
Hidayah edisi 25/ Agustus 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar